Welcome to Technological Neurobranding Era!

Banyak perusahaan berasumsi bahwa membangun brand lebih cenderung sebagai seni daripada sains. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa perusahaan terbaik menggunakan kombinasi dari kedua strategi tersebut untuk membuat keputusan yang menarik bagi pelanggan mereka pada tingkat emosional dan logika.

Penelitian mengenai neuroscience branding telah muncul untuk memberikan wawasan bagi brand tentang cara otak merespons rangsangan tertentu. Sementara neuroscience berfokus lebih luas pada perilaku otak, neuroscience branding melihat bagaimana perusahaan dapat menyesuaikan strategi brand awareness mereka untuk memengaruhi pelanggan pada tingkat psikologis.

Jika Anda memikirkannya, melakukan pendekatan branding dari perspektif ilmiah sangat masuk akal, terutama jika Anda mempertimbangkan seberapa banyak upaya yang dilakukan oleh konsultan branding untuk memengaruhi otak manusia. Berikut beberapa alasan mengapa neuroscience branding menjadi penting dipelajari dan diterapkan:

  • 90% keputusan membeli dibuat secara tidak sadar.

  • Manusia memproses visual 60.000 kali lebih cepat daripada teks (itulah mengapa penting untuk menyertakan gambar dalam konten Anda).

  • Sebesar 70% waktu brand dihabiskan untuk mendapatkan perhatian pelanggan (baik offline maupun online).

Brand consultant seperti Start Friday Asia merancang Logo dan visual brand anda dengan melalui beberapa pertimbangan sehingga mampu membangkitkan respons emosional tertentu. Begitu juga dengan upaya content marketing yang dirancang, yang bertujuan membangun loyalitas di antara pelanggan Anda.

image source: ilovecpa

image source: ilovecpa

Mengapa neuroscience penting untuk branding?

Dapat dikatakan bahwa sejak pemasaran dimulai, para profesional di industri branding telah menggunakan pemahaman tentang motivasi dan perilaku manusia untuk menciptakan produk, layanan, logo, dan kampanye yang menarik bagi pelanggan yang tepat. Strategi ini bahkan telah digunakkan untuk membantu konsultan branding mengidentifikasi persona pengguna yang ideal, menggunakan informasi demografi dan psikografis yang tepat.

Semakin banyak kita dapat mempelajari tentang pelanggan kita dari perspektif ilmiah, semakin kita dapat menyesuaikan kampanye pemasaran dan strategi periklanan untuk menarik target market yang tepat dan meminimalkan pemborosan anggaran. Jika Anda pernah sedikit mempelajari mengenai branding dan marketing sebelumnya, ada kemungkinan besar Anda telah menggunakan neuroscience branding tanpa menyadarinya.

Jika ditelaah lebih dalam, ilmu saraf ini adalah bidang penelitian yang mempelajari tentang kognitif, dan tanggapan afektif manusia. Pada dasarnya, ilmu ini berfokus pada mencari tahu bagaimana otak merespons rangsangan tertentu. Dalam kasus neuroscience branding, fokusnya adalah mencari tahu bagaimana otak merespons rangsangan tertentu dalam branding dan marketing. Perusahaan-perusahaan mulai dari Google, facebook, hingga Disney, telah berinvestasi dalam ilmu neuroscience ini.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat juga turut andil membantu dalam kelancaran penelitian mengenai neuroscience branding. Setiap kali Anda melihat strategi branding dan marketing, atau mengembangkan strategi yang dimaksudkan untuk meningkatkan pengalaman pelanggan Anda atau meningkatkan brand awareness, Anda harus mempertimbangkan mengenai ilmu neuroscience branding ini. Penelitian-penelitian yang dilakukan dalam ilmu neuroscience branding inilah yang nantinya menghasilkan data yang akurat, seperti apakah konsumen lebih suka melihat warna daripada teks, apakah mereka lebih suka melihat figur secara langsung daripada di gambar, dan sebagainya.

Neuroscience branding ini pada praktiknya sudah umum dan luas digunakan, baik secara sadar maupun tidak. Beberapa elemen ini mungkin bisa menjadi gambaran bagi anda bagaimana brand consultant menggunakan pendekatan neuroscience dalam melakukan branding:

  1. Penelitian dan perancangan packaging

    Setelah menentukan target market, brand consultant kemudian melakukan pengamatan terhadap apa yang mereka sukai dan mempelajari preferensi kelompok target market yang sudah ditetapkan.

  2. Psikologi warna
    Warna juga menjadi salah satu faktor penting yang harus benar-benar ditentukan saat melakukan branding, karena ini juga akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh konsumen, Misalnya, untuk produk kosmetik. Pada segemen target market remaja, preferensi kemasannya akan lebih baik apabila menggunakan warna-warna yang cerah dan ceria seperti pink, kuning, namun tidak bertabrakan agar tidak terkesan norak. Untuk target market dewasa, kemasan akan lebih menggunakan tone warna yang kalem dan elegan seperti hitam, putih, krem, dan sejenisnya.

  3. Periklanan
    Neuroscience branding telah memungkinkan brand consultant memanfaatkan branding dan big data untuk memberikan wawasan tentang kebiasaan dan preferensi konsumen. Misalnya, dalam satu penelitian, tiga iklan berbeda dilihat oleh peserta, dan kampanye iklan yang mendorong lebih banyak aktivitas otak dibagian tertentu menciptakan volume brand recall yang lebih tinggi untuk perusahaan itu.

Sama seperti desain dan pemasaran, setiap aspek branding telah menjadi ilmu. Saat ini, perusahaan menggunakan berbagai metrik standar industri untuk mencatat informasi penting tentang tingkat keterlibatan dan afinitas konsumen dengan bantuan teknologi. Segala sesuatu mulai dari klik dan konversi, hingga “like” di media sosial, dapat mewakili informasi penting tentang bagaimana brand Anda berhasil menjalin interaksi dengan potential customer Anda.

Nah demikian informasi mengenai neuroscience branding dan aplikasinya. Masih banyak informasi menarik seputar neuroscience branding dan marketing yang lain, nantikan dipostingan Start Friday selanjutnya ya!

Previous
Previous

Mengenal Clean Eating yang bisa jadi Ide Bisnis Cemerlang Tahun 2021

Next
Next

Mengapa Sustainable Brand menjadi Hal yang Penting di 2021