Mengapa Brand Harus Peduli dengan Generasi Alpha?
Sebagian dari kita sudah sering mendengar tentang generasi Z, generasi Y, bahkan generasi millennial. Pengkategorian generasi-generasi ini didasarkan pada tahun kelahiran masing-masing orang. Tapi uniknya, kini kita sudah tidak lagi berkutat dengan generasi millennial. Dunia kini mulai kehadiran satu generasi baru, yaitu generasi alpha yang disebut-disebut sebagai anak dari generasi millennial. Apalagi rata-rata generasi millennial kini sudah banyak yang menjadi orang tua dan generasi Z masuk dalam fase dewasa muda. Karena lingkungannya tidak seperti generasi sebelumnya, pengasuhannya pun memiliki tantangan yang menarik bagi orang tua mereka yang lahir di dunia yang relative belum terdigitalisasi.
Siapa Generasi Alpha?
Generasi Alpha atau yang juga dikenal sebagai “anak-anak millennium” adalah generasi pertama yang semuanya lahir di abad ke-21 atau setelah tahun 2010. Mark McCrindle, seorang peneliti dan konsultan generasi di Australia yang menciptakan istilah tersebut pada tahun 2005. Dilansir dari laman Forbes, pemilihan tahun 2010 ini dikarenakan tahun tersebut merupakan tahun diluncurkannya Instagram dan iPad yang lekat dengan istilah teknologi. Generasi Alpha menjadi generasi yang sudah terbiasa dengan teknologi informasi, bahkan sejak masih di dalam kandungan. Itulah sebabnya, membesarkan generasi alpha punya tantangan tersendiri, yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Dalam hal ini, generasi Alpha merupakan generasi pertama yang sepenuhnya lahir dalam teknologi. Terkena teknologi selama bertahun-tahun pembentukan yang sangat memungkinkan akan menghasilkan literasi digital, ekspektasi tinggi akan gamifikasi, rentang perhatian yang lebih pendek dan masih banyak lagi.
McCrindle memperkirakan bahwa sebesar 2,5 juta generasi alpha lahir setiap minggunya di seluruh dunia. Generasi ini akan mencapai total 2 miliar orang diseluruh dunia pada saat orang termuda dilahirkan pada tahun 2025. Sementara orang tua mereka, kaum milenial, secara informal dikenal sebagai masyarakat pengguna digital, banyak generasi alpha sudah memiliki jejak digital bahkan sebelum mereka memahami istilah tersebut.
Dalam hal lain generasi Alpha juga dikenal sebagai sebutan Generation Glass karena memungkinkan mereka lebih menyukai dunia virtual daripada dunia nyata. Teknologi yang berkembang di masa depan kelak akan menjadi perpanjangan dari diri mereka sendiri. Dengan kemunculan teknologi seperti AI, mobil self-driving, dan solusi lain akan sangat memfasilitasi keberadaan yang mereka miliki. Dikatakan juga bahwa generasi Alpha mampu memberikan perhatian yang lebih besar pada perawatan diri seperti kesejateraan mental, minat, dan nuansa pengembangan pribadi lain nya.
Mulai Berkembangnya Marketing 4E Daripada 4P
Seiring dengan berkembangnya zaman marketing 4P akan tergantikan oleh marketing 4E. Produk terkenal, harga, tempat, promosi dari marketing mix sudah tidak efektif lagi. Semua akan tergantikan dengan 4E dimana itu akan mewujudkan Keterlibatan, Pengalaman, Eksklusivitas dan Emosi. Orang tidak hanya akan membeli produk, dan sebagai gantinya orang-orang akan membeli pengalaman dan emosi, pelaku bisnis harus mulai memikirkan dan mengubah sudut pandang nya dari “Apa yang harus saya jual” atau “Bagaimana saya harus menjualnya?” menjadi “KENAPA saya harus menjualnya?” Branding emosional inilah yang membuat bisnis semakin menonjol.
Brand yang paling sukses tidak hanya menawarkan produk atau layanan fisik saja, namun juga menawarkan pengalaman, emosi, dan cerita yang luar biasa. Seperti contohnya yaitu Coca-cola yang menjual mengenai kebahagiaan, Adidas dan Nike memberikan kita kekuatan dan keberanian untuk lebih mengikuti impian. L’oreal menjual kecantikan dan Apple menjual tantangan.
Mulai Berkembang dan Tersebar Luas Teknologi AI
Jika mendengar kata AI sudah tidak asing lagi di telinga kita pasalnya AI sudah lama ditemukan. AI banyak tersebar di berbagai alat yang banyak digunakan untuk mempermudah pekerjaan manusia, baik itu digunakan untuk pemasaran email, konten, ataupun analitik. Dalam hal ini AI sebagai alat untuk memutuskan, memfilter, dan meyarankan solusi. Hal tentang AI dalam pemasarsan adalah bahwa pengembangannya merupakan tindakan alami. Bukan karena konsumen mengharapkan pengalamn yang lebih personal dan nyaman namun karena AI adalah satu-satunya alat yang paling efektif untuk mengumpulkan informasi tendatng pelanggan.
Do The Same Thing dengan Mereka
Jika generasi Z terbilang FOMO (Fear of Missing Out), maka generasi Alpha lebih dari itu. Generasi yang telah mengenai dunia digital sejak lahir bukan lagi generasi touchscreen, melainkan generasi tastescreen. Bagi pemasar yang ingin menyusun strategi yang tepat dalam berkomunikasi dengan generasi Alpha ini, maka pemasar harus menggunakan 12 senses (touch, life, movement, equilibrium, smell, taste, vision, warmth, hearing, speech, thinking dan ego) seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa emosi lebih cenderung deep untuk ditangkap pada generasi Alpha ini.
Para pemasar juga dituntut untuk melakukan hal yang serupa dengan karaktristik generasi ini. Sebagai kata lain kita wajib “do the same thing” dengan mereka. Ibarat nya adalah jika generasi Alpha ini lebih dari FOMO, minimal harus melakukan tiga update-an perhari di media sosial terkait brand yang akan dipasarkan. Berbeda dengan generasi Z yang cenderung melihat orang-orang yang berpengaruh sebagai trendsetter atau influencer mereka, generasi Alpha ini justru malah berkiblat pada orang terdekat mereka. Dalam arti lain disini adalah generasi Alpha cenderung melihat influencer yang klop dan cocok dengan kepribadian mereka dan berasal dari orang-orang terdekat. Seperti kakak kelas mereka. Dan untuk dapat engage dengan generasi ini, brand harus mampu engage dengan lingkungan generasi Alpha karena “internal market is the best influencer for them”.
Fokus kepada kebutuhan dan solusi generasi Alpha
Banyak dari kita yang telah melihat gambaran dunia yang dibangun diatas realita buatan. Banyak media yang tersebar diluaran sana menunjukkan kepada kita gambaran sempurna mengenai kehidupan selebritis, aktor dan tokoh masyarakat. Masyarakat memang cenderung senang menonton hal tersebut, namun disisi lain masyarakat juga mendambakan dunia yang dekat dengan mereka. Dengan kata lain ingin melihat orang-orang yang jujur dan tulus dalam hal apapun yang dilakukan.
Inilah sebab nya mengapa banyak dari Youtuber yang tanpa latar belakang professional merekam video di kamar tidurnya dan memposting ke kanal YouTube memiliki jumlah penonton yang lebih luas daripada merek lain yang melayani kaum muda. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka berbicara dalam “bahasa” yang sama dan sangat relevan dengan komunitas, menyampaikan pesan langsung dan pengemar secara pribadi dapat langsung berhubungan dengan mereka.
Hal inilah yang perlu brand atau merek pelajari, jika ingin menjangkau audiens maka harus fokus kepada masalah dan kebutuhan yang audiens butuhkan. Dengan hal ini akan menjadi sangat bermakna bagi para konsumen diluar sana termasuk generasi Alpha juga. Namun, jangan khawatir. Jika Anda masih kesusahan dalam menentukan strategi yang tepat untuk bisnis Anda, Start Friday Asia merupakan Brand Consultant yang terpercaya yang selalu bisa membantu untuk memecahkan solusi bisnis Anda. Kami telah bekerja sama dengan banyak brand diseluruh dunia, jangan ragu untuk konsultasikan bisnismu dengan kami sekarang juga.