Bak Sisi Dua Mata Uang, Fenomena Saling Sindir Antar Brand yang Datangkan Kerugian dan Keuntungan

Pada kehidupan zaman modern ini, banyaknya perkembangan dalam suatu industri terutama di industri periklanan. Telah banyak produk yang sering kita jumpai yang bisa kita lihat melalui televisi, media sosial, media massa, dan media lainnya yang dapat mempromosikan suatu produk yang dimiliki suatu perusahaan. Tujuan suatu perusahaan melakukan periklanan pada produknya biasanya untuk mengajak masyarakat menggunakan dan membeli produk yang dimiliki suatu perusahaan tersebut dengan menunjukkan kualitas serta manfaat produk tersebut. Namun tak jarang kita jumpai iklan yang menyinggung produk-produk lain bahkan ada yang sampai menjatuhkan produk lain untuk meningkatkan tingkat pemasaran suatu perusahaan. Biasanya ciri iklan yang digunakan adalah perbandingan atau komparatif. Tema iklan ini berupaya sebisa mungkin untuk merendahkan brand pesaing dan mengunggulkan brandnya sendiri.

Perang dari segi pesan atau tema iklan sendiri nantinya akan mempengaruhi persepsi konsumen. Dimana pesan ini akan masuk ke otak atau kognitif konsumen yang nantinya akan menimbulkan perang persepsi. Satu brand akan mengatakan kelemahan brand pesaing, lalu pesaingnya akan membalas dengan menjelek-jelekkan brand yang menyerang tadi. Pesan iklan yang menjatuhkan brand pesaing ini bisa menimbulkan emosi pesaing, sehingga tanpa memikirkan efektifitasnya brand yang disindir akan melakukan iklan balasan.

Perang Dingin Infinix dan Xiaomi

Perang sindir menyindir yang baru-baru ini menyita perhatian audiens adalah perang dingin antara Infinix dan Xiaomi. Perseteruan dimulai ketika akun media sosial Facebook dan Instagram Infinix Indonesia baru – baru ini mengunggah sebuah gambar yang membandingkan keunggulan Infinix Hot 10s dari ponsel kompetitor lain yang dijuluki sebagai “Katanya Jawara”. Dalam unggahan itu tertulis kode “Hot 10s” yang mewakili Infinix dan “9T” yang konon mewakili Redmi 9T.

infinix.png

Alvin Tse, yang merupakan Director Xiaomi Indonesia, ikut memberikan respon terhadap unggahan sindirian dari Infinix. Menurutnya, informasi yang diberikan oleh pihak Infinix dalam perbandingan tersebut keliru dan termasuk dalam menggiring opini publik menjadi lebih buruk. Alvin serta diketahui bahwa pihaknya memiliki hak untuk membawa masalah ini ke kementerian karena iklan Infinix yang dianggap menyesatkan.

Dari munculnya masalah ini, audiens yang melihat terbagi menjadi beberapa kubu. Dimana ada yang menganggapi santai sindiran Infinix, ada yang marah karena merasa menjatuhkan lawan dengan cara saling sindir bukanlah hal terbaik, dan ada juga yang beranggapan bahwa pihak Xiaomi terlalu berlebihan dalam menanggapi hal tersebut hingga harus dilaporkan pada kementerian.

Deretan “Perang Sindir” Antar Brand

Walaupun tidak terbilang baru, namun branding dengan gaya sindir menyindir sepertinya telah menjadi tren tersendiri di kalangan brand saat ini. Walaupun semakin ke sini, budaya sindir menyindir menjadi lebih halus dibandingkan sebelumnya, namun kini jadi lebih sering dilakukan. Entah hal ini dilakukan karena persaingan yang makin panas atau hanya untuk lucu-lucuan belaka. Meski begitu, tampaknya cara ini cukup ampuh untuk menarik perhatian konsumen. Seperti beberapa brand ini yang cukup terkenal saat membuat iklan sindir – menyindir.

Samsung VS Apple

Pada tahun 2017 yang lalu, Samsung Mobile USA merilis sebuah iklan bertajuk “Samsung Galaxy: Growing Up” yang langsung membuat heboh para audiensnya. Bagaimana tidak, alih-alih bercerita tentang invovasi yang dilakukan oleh Samsung, tapi Samsung justru membuat jejak perjalanan Apple selama 10 tahun berdiri. Dalam video yang berdurasi 1 menit itu, Samsung menceritakan bagaimana seorang pria yang setia menggunakan Apple sejak 2007 walaupun ia harus merasakan struggle dengan Apple yang memiliki banyak kelemahan. Mulai dari penyimpanan foto hingga harus menyimpan ponselnya dalam beras karena terkena air. Ia tampak sedih karena teman-temannya menggunakan Samsung dengan fitur yang keren seperti wireless charger. Pada ending video, akhirnya pria tersebut memilih untuk “growing up” dengan mengganti ponselnya dengan Samsung Galaxy Note 8.

Pepsi VS Coca Cola

Rivalitas antara dua brand minuman bersoda ini telah terlihat sejak 1975 dimana mulai banyak ikla-iklan yang dibuat oleh kedua brand untuk saling menjatuhkan. Di tahun yang sama, Pepsi berhasil meluncurkan kampanye “Pepsi Challenge” di sejumlah pusat perbelanjaan di Amerika Serikat. Para pengunjung diajak mencoba minuman soda dalam dua gelas putih, satu berisi Pepsi dan satu lagi berisi Coca Cola. Hasilnya, Pepsi lebih banyak dipilih karena ada rasa manisnya.

Melihat hal ini, Coca Cola juga beberapa kali memberikan serangan balik kepada Pepsi lewat iklan yang tidak ragu-ragu menyindir Pepsi secara langsung. Akan tetapi, banyak audiens yang mengatakan bahwa Pepsi dianggap masih lebih sukses karena kampanye-kampanyenya yang dibuat menjadi lebih dekat dengan konsumen.

McDonald’s VS Burger King

Sama hal nya seperti Pepsi dan Coca Cola, dua raksasa makanan cepat saji ini terlihat sudah beberapa kali saling bersinggung lewat iklan-iklannya yang cukup frontal dan sadis. Akan tetapi, Burger King terbilang yang paling sering menyenggol McDonald’s melalui iklan-iklannya. Contoh terbarunya yang sangat membuat heboh adalah saat Burger King dengan sengaja memilih untuk menampilkan badut ala Pennywise dari film It. dimana tesirat maksud bahwa badut itu merupakan mascot dari McDonald’s yang dijadikan sebagai villain pada iklan tersebut.

Nah, itulah dia beberapa brand yang terlihat saling sindir menyindir dengan para pesaingnya. Terlepas dari itu semua, alangkah baiknya apabila brand tetap mampu bersaing secara sehat dan membuat promosi yang tak menjatuhkan nilai jual lantaran masing – masing brand pasti memiliki keunikannya sendiri – sendiri. Ingin tahu lebih banyak info menarik seputar brand? Yuk klik disini.

Previous
Previous

Tingkatkan Penjualan Dengan Gunakan Brand Repositioning

Next
Next

Peluang Usaha Yang Belum Banyak Dilirik Pesaing