Presiden Joko Widodo Menetapkan 4 Tokoh Pahlawan Nasional Baru yang Berasal Dari 4 Provinsi
Bertepatan dengan Hari Pahlawan 10 November 2021, Presiden Joko Widodo akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 4 tokoh penting dan berjasa bagi bangsa dan negara. Selain penganugerahan Pahlawan Nasional, Presiden Jokowi juga menetapkan 223 penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Pratama dan 77 penerima Tanda Kehormatan Bintang Jasa Nararya. Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 109/TK/2021 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa.
Keempat pahlawan nasional tersebut yaitu:
Tombolotutu (Sulawesi Tengah)
Wacana menjadikan Tombolotutu sebagai pahlawan nasional sudah disuarakan sejak sekitar 1990, seperti dilansir dari laman parigimoutongkab.go.id. Namun, upaya tersebut terkendala dokumen resmi sebagai data primer. Pada 2017, Universitas Tadulako berkerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong menggagas sebuah penelitian yang dituangkan dalam buku berjudul 'Bara Perlawanan di Teluk Tomini: Perjuangan Melawan Belanda'. Buku tersebut ditulis oleh Lukman Nadjamuddin dkk. Tombolotutu diketahui sebagai tokoh yang melawan Belanda di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah.
Sultan Aji Muhammad Idris (Kalimantan Timur)
Sultan Aji Muhammad Idris merupakan Sultan ke-14 dari Kesultanan Kartanegara ing Martadipura yang memimpin perlawanan mengusir VOC. Tidak hanya di wilayahnya sendiri di Kalimantan Timur, sang Sultan yang memerintah sejak 1735 hingga 1778 ini juga ikut mengusir VOC di Sulawesi Selatan. Dilansir dari laman kesultanan.kutaikartanegara.com, Sultan Aji Muhammad Idris pun tercatat sebagai sultan yang pertama kali menggunakan nama islam di kerajaan tersebut.
Hj. Usmar Ismail (DKI Jakarta)
Usmar Ismail sendiri merupakan seorang sutradara film, sastrawan, wartawan, dan pejuang Indonesia. Semasa hidupnya, Usmar Ismail pernah terlibat dan menjadi Ketua Permusyawaratan Kebudayaan Yogyakarta (1946-1948), ketua Serikat Artis Sandiwara Yogyakarta (1946-1948), ketua Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta (1955-1965), serta ketua Badan Musyawarah Perfilman Nasional (BMPN). Dia juga dikenal sebagai pendiri Perusahaan Film Nasional Indonesia bersama beberapa pengusaha film lain.
Film arahan Usmar Ismail berjudul “Darah dan Doa” yang diproduksi pada 1950 diketahui menjadi film pertama yang dibuat resmi oleh Indonesia sebagai negara berdaulat sehingga hari pertama pengambilan gambar film tersebut diresmikan sebagai Hari Film Nasional.
Raden Aria Wangsakara (Banten)
Raden Aria Wangsakara, pejuang sekaligus pendiri wilayah Tangerang. Beliau diketahui melakukan pertempuran selama tujuh bulan melawan VOC di wilayah Lengkong, Tangerang. Dilansir dari Antara, Aria merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, yaitu Sultan Syarief Abdulrohman. Lantaran tak sepaham dengan keluarga, Aria yang juga penyebar agama Islam akhirnya merantau ke Tangerang melalui Sungai Cisadane pada 1640. Ia lantas menetap dan membangun pesantren di Kawasan Grendeng Karawaci. Dalam keberjalanannya, Belanda tidak setuju dengan keberadaan pesantren yang dibangun Aria. Tak pelak, pertempuran pun terjadi antara rakyat Tangerang di bawah kepemimpinan Aria Wangsakara dengan penjajah. Aria pun gugur dan dimakamkan di Desa Lengkong Kyai, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Wilayah tersebut kini telah ditetapkan sebagai daerah cagar budaya.
Dipilihnya keempat tokoh tersebut karena merupakan sosok yang menginspirasi untuk membangun, berdaulat serta ikut memperjuangkan dan memajukan Indonesia.