Start Friday Asia Brand consultant

View Original

Bedah Pencapaian Tri Rismaharini, Menteri Sosial Republik Indonesia Sebagai Brand

Source: style.tribunnews.com

Berkenalan Dengan Sosok Tri Rismaharini

Tri Rismaharini atau yang biasa lebih akrab disapa Bu Risma yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Maju yang mulai menjabat sejak 23 Desember 2020. Presiden Joko Widodo memilih Bu Risma untuk menggantikan Juliari Batubara yang terjerat dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19.

Bu Risma sendiri lahir di Kediri, Jawa Timur, pada 20 November 1961. Dia merupakan wanita pertama yang terpilih sebagai Wali Kota Surabaya. Masa sekolahnya sebagian besar dihabiskan di Surabaya, mulai dari SMP Negeri X Surabaya (1976), SMU Negeri V Surabaya (1980), S1 Arsitektur ITS (1987), dan S2 Manajemen Pembangunan Kota ITS (2002). Selama di Pemkot Surabaya, Bu Risma menjabat sebagai Kepala Seksi Pendataan dan Penyuluhan Dinas Bangunan Kota Surabaya (2001), Kepala Cabang Dinas Pertamanan Kota Surabaya (2001), Kepala Bagian Bina Pembangunan (2002), Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan (2005), Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya (2005), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya (2008).

Bu Risma menjadi Wali Kota yang selalu ramai dibicarakan di berbagai pelosok tanak air, tanpa terkecuali menjadi fokus perhatian hingga ke mata internasional. Ia merupakan wanita pertama yang mampu menjadi Wali Kota Surabaya untuk 2 periode berturut-turut yakni pada tahun 2010-2015 dan 2016-2020.

Pencapaian yang Diraih Bu Risma

Dibawah kepemimpinannya, Bu Risma telah melakukan banyak perubahan dan pencapaian yang luar biasa, terutama dalam meningkatkan pelayanan publik, khususnya pelayanan terkait penataan ruang publik atau taman kota. Tidak hanya taman, Bu Risma juga berhasil menutup gang Dolly, sebuah kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara. Bu Risma mengatakan salah satu alasan menutup tempat itu karena menyangkut masalah pendidikan moral anak-anak hingga usia remaja yang berada di sekitar lokalisasi yang nantinya akan berdampak pada psikologis anak-anak disekitar lokalisasi. Walau begitu, penutupan prostitusi belum usia karena rehabilitasi eks lokalisasi masih dilakukan. Mulai dari memberikan pelatihan, uang biaya hidup, jaminan hidup sebesar Rp 7,5 juta untuk tiap pekerja seks komersial (PSK). Dalam dimensi lain dari kepemimpinan transformasional, Bu Risma juga menerapkan stimulasi intelektual, yaitu pemimpin transformasional menggunakan asumsi masalah, mendesain ulang masalah, dan menghadapi situasi masa lalu dengan cara berbaur untuk menciptakan desain dan pemikiran inovatif.

Bu Risma sendiri juga dikenal sebagai Wali Kota dengan gaya kepimpinannya yang selalu terlihat emosional, tegas, membara dan selalu nampak blusukan ke kampung-kampung seperti Presiden Joko Widodo untuk mengecek kondisi lapangan. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya merupakan sebuah gaya kepemimpinan dimana seorang pemimpin harus mampu menjangkau wilayah yang dipimpinnya sampai lapisan terbawah, ikut merasakan permasalahan tersebut, turut berpartisipasi dalam mencari solusi sehingga hal tersebut akan membantu penyusunan formulasi kebijakan yang berdasarkan pada tinjauan lapangan secara langsung. Hal inilah yang dilakukan oleh Bu Risma baik sebagai Wali Kota maupun seorang Menteri.

Source: nasional.tempo.co

Tidak berhenti disitu, gaya kepemimpinan Bu Risma juga kerap menjadi contoh untuk daerah-daerah lainnya. Bu Risma membawakan kepemimpinan yang demokratik dimana terpilihnya beliau menjadi pemimpinan sesuai dengan pilihan masyarakat Surabaya. Dengan kepemimpinan yang demokratik berarti seorang pemimpin harus dapat menerima dan menghargai segala masukan dan kritikan dari masyarakatnya melalui musyawarah kemudian menghasilkan hasil yang mufakat. Selain itu, kepemimpinan demokratis selalu melibatkan anggota masyarakatnya dalam segala kegiatan yang dilakukannya karena jika kepemimpinan demokratis ini semakin kuat maka akan menumbuhkan rasa kepercayaan yang kuat juga terhadap pemimpin dari masyarakatnya.

Terbukti dari bagaimana Bu Risma kerap terlihat merangkul para masyarakat. Salah satunya ketika 58 pelajar di Surabaya terlibat aksi penolakan Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. Bu Risma menjumpai para pelajar tersebut. Dalam pertemuan tersebut, Bu Risma meminta para pelajar yang terjaring untuk meminta maaf kepada orang tua sembari bersujud diantara kedua kaki orang tuanya itu. Tak disangka, tangis para pelajar yang terlibat aksi penolakan UU Cipta Kerja itu pecah dalam pertemuan tersebut.

Keberanian gaya kepemimpinan Bu Risma juga sangat patut diacungi jempol dan terwujud dalam gebrakan-gebrakan yang dilakukannya selama menjabat sebagai Wali Kota Surabaya. Salah satu kebijakan yang berhasil membawa Bu Risma melejit di kalangan publik yakni ketika beliau secara tegas menolak dilakukannya pembangunan Tol Tengah di tahun 2010. Alasan penolakan tersebut karena menurutnya pembangunan jalan tol tersebut akan menimbulkan kesejangan sosial yang dimana keberadaan jalan tersebut akan membuat kota Surabaya menjadi kota yang mewah, dimana kemewahan tersebut berdampak pada kewajiban masyarakat yang harus membayar tol tersebut sementara pemenuhan akan kebutuhan hidup masyarakat Surabaya masih terbilang belum optimal.

Bagaimana Jika Bu Risma Adalah Sebuah Brand?

Source: www.liputan6.com

Jika kita melihat kembali dalam tahapan ilmu marketing, personal branding sendiri umumnya memiliki empat fase. Fase yang pertama yakni brand awareness. Dimana menurut pengertiannya, brand awareness adalah kemampuan audiens untuk langsung mengenali dan mengingat suatu brand. Pada fase ini, Bu Risma memiliki awareness yang cukup kuat diantara masyarakat mengingat Bu Risma mampu menghadirkan keunikan dari gaya kepemimpinannya dan semakin menguat ketika sejumlah prestasi di raih oleh Bu Risma.

Fase selanjutnya setelah brand awareness adalah brand association atau asosiasi yang artinya sebuah kesan yang melekat dalam benak seseorang begitu melihat objek tertentu yang berhubungan dengan brand tersebut. Jika dalam sebuah brand, objek yang dimaksud bisa berupa logo, konsep, kategori produk, atau emosi yang berhubungan dengan pengalaman seseorang ketika berinteraksi dengan produk tersebut. Pada tahap ini, Bu Risma banyak dipersepsikan sebagai pemimpin yang tegas, professional, merakyat, dan setia. Fase ketiga adalah perceived quality, dimana artinya persepsi konsumen terhadap sebuah kualitas yang dihadirkan oleh sebuah produk atau jasa. Jika brand association dinilai berdasakan sifatnya. Maka, perceived quality dinilai berdasarkan hasil kinerjanya. Dalam kasus Bu Risma, hal ini sudah tidak perlu dipertanyakan kembali. Seperti yang telah dijelaskan di atas. Bu Risma mampu mengubah kota Surabaya menjadi kota dengan taman yang indah dan bersih. Bu Risma berhasil menghadirkan segudang prestasi bagi kota Surabaya hingga mampu menjadi contoh untuk daerah-daerah lain agar lebih maju.

Fase terakhir adalah advokasi, dimana pada tahap ini audiens akan “mempromosikan” brand tersebut dengan sukarela karena keberadaannya yang telah diakui, kualitasnya telah terbukti dan memiliki loyalitas yang tinggi. Jika berbicara tentang brand, mari kita ambil McDonald’s sebagai contohnya. Dimana akan banyak orang lebih memilih dan menyarankan produk McDonald’s karena kualitas dan rasanya yang sudah terbukti. Bu Risma, sebagai brand, juga telah sukses dalam fase ini dimana setelah membawa banyak prestasi saat menjabat sebagai Wali Kota Surabaya, akhirnya ia banyak dipromosikan untuk naik jabatan. Terbukti bagaimana Presiden Joko Widodo akhirnya mempercayakan posisi Menteri Sosial Republik Indonesia ditangan Bu Risma.